ejak tahun 1999 pemilihan umum di Indonesia selalu didukung teknologi informasi dan komunikasi. Dengan aplikasi sepasang teknologi ini, pengumpulan hingga penyajian hasil perolehan suara dari tempat pemungutan suara bisa berlangsung cepat, akurat, dan transparan. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat melakukan pengawasan langsung.
Setelah 10 tahun berlalu, pada Pemilu 2009 untuk pertama kali Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan penggunaan sistem contreng atau menandai nama partai dan calon anggota legislatif serta calon presiden dan wakil presiden dengan pena.
Penggunaan cara ini memungkinkan penerapan sistem scanner (pemindai) untuk merekam secara digital berkas hasil perolehan suara dari tiap TPS yang disebut formulir C1-IT. Sistem ini mampu memindai sekitar 30 halaman per menit.
Hasil pemindaian yang dilakukan di KPUD tingkat kabupaten/kota ini kemudian dikirim lewat jaringan komunikasi teramankan, Virtual Private Network Internet Protocol, ke KPU Pusat di Jakarta, tutur Husni Fahmi, Kepala Tim Teknis Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk pendampingan teknis Teknologi Informasi Pemilu 2009. Jaringan komunikasi data di kabupaten/kota berkecepatan 128 kilobyte per detik.
Data yang terkirim ini digunakan untuk membantu verifikasi, validasi, dan legalisasi hasil perolehan dan penghitungan suara di KPU Pusat. Selain itu, data tersebut juga menjadi sarana pembanding hasil rekapitulasi penghitungan secara manual dari tingkat TPS, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, daerah pemilihan, provinsi, hingga nasional.
Berbeda dengan Pemilu 2004, untuk menghemat anggaran, pada penyelenggaraan Pemilu 2009 KPU menggunakan sistem teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang digunakan pada pemilu periode lalu. Sistem TIK juga hanya dipasang pada tingkat kabupaten, tidak sampai tingkat kecamatan seperti pemilu sebelumnya. Sistem yang digunakan pada pemilu tahun ini merupakan bagian dari Grand Design Sistem Informasi yang dibuat tahun 2002.
Selain jejaring TIK lebih sederhana, jumlah tenaga operator dan supervisi yang dilibatkan juga lebih sedikit. Pada tahun 2004 ada tiga tenaga TI yang ditempatkan di tiap kecamatan yang berjumlah 4.200. Kini jejaring TI KPU hanya menjangkau 471 kabupaten/kota dan 33 provinsi.
Di tiap daerah ini hanya ada dua tenaga TI. Padahal, jumlah berkas yang ditangani jauh lebih banyak dibandingkan jika ditangani di tiap kecamatan. ”Karena itu kami mengusulkan penambahan 4 tenaga TI agar proses input data lebih cepat,” ujar Husni yang juga terlibat dalam pengelolaan TI Pemilu 2004.
Upaya mempercepat pemasukan data perolehan suara, ujar Gembong Wibowanto, anggota Tim TI KPU Bidang Sistem Integrasi yang diperbantukan BPPT, adalah dengan menerapkan pula sistem Intelligent Character Recognition (ICR).
”Sistem ini dapat mengenali data, khususnya perhitungan suara pada form C1-IT, dan mengidentifikasi bila ada kesalahan dan kemudian menyimpan data secara digital,” paparnya.
Sistem ICR digunakan untuk mempercepat proses pemasukan data dan sebagai alat bantu penyimpanan dokumen secara digital untuk formulir C1-IT. Sistem ini bekerja secara terpadu dengan pemindai untuk menghasilkan dokumen tersebut.
Sistem pengaman
Dalam pengiriman data dari tiap daerah ke KPU Pusat dikembangkan sistem pengaman, seperti firewall dan Intrusion Detection & Prevention System (IDPS), ungkap Amien Rusdi Utomo, anggota Tim TI KPU.
Selain itu, salah satu upaya pencegahan terhadap penyusupan, di bagian pemrosesan data di KPU Pusat diterapkan sistem operasi berbasis peranti lunak terbuka (open source). ”Bagian perhitungan suara tergolong kedap. Tidak berhubungan dengan jaringan pengiriman data dan penampilan hasil perhitungan suara,” kata Amien.
Sementara itu, untuk keandalan dan keamanan sistem pengiriman data digunakan router (pengatur jalur) berkapasitas 45 megabyte per detik atau 9 kali lipat dari TI Pemilu 2004. Akses internet untuk penyampaian hasil Pemilu 2009 kapasitasnya ditingkatkan dua kali lipat dibandingkan dengan Pemilu 2004.
Dalam tabulasi, pengiriman, pemrosesan, penghitungan, hingga penampilan data dengan sistem TI, kata Husni, KPU menargetkan dalam 12 hari sebanyak 80 persen data perolehan suara telah terproses. Target ini juga ditetapkan pada Pemilu 2004. Hasilnya ketika itu melampaui target, yaitu 82 persen, sedangkan saat pemilu presiden 94 persen. Karena itu, ia optimistis dapat memenuhinya. Meski begitu, juga disiapkan rancangan contingency plan menghadapi gangguan sistem TI.
Dalam mendukung penerapan sistem TI pada Pemilu 2009, Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar menugaskan 25 pakar TI. Mulai dari mengevaluasi sistem TI, supervisi teknis, hingga pengujian dan penjelasan kerangka kerja sistem TI. Pada Pemilu 2004 BPPT menugaskan tiga peneliti.
Selasa, 07 April 2009
Untuk Contreng Gunakan Pemindai
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar